Cerita BP SPAMS Tirtasari Jambusari Cilacap Melayani 607 SR Dengan Fasilitas Terbatas: Hutang Pun Dilakukan

22 September 2022, 12:38 WIB
EMPAT SEKAWAN : Pengurus BP SPAMS Tirtasari Jambusari, dari kiri Kasmin, Jasam, Kamin, dan Ita setengah mengecek sumur di induk di salah satu dusun. /Muhammad Nasrulloh/CilacapUpdate.com

CilacapUpdate.com - Jasam, Ita, dan Kamin sebelumnya tidak pernah berpikiran hidupnya akan bermanfaat bagi warga desanya.

Sebelum diamanahi menjadi pengurus Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BP SPAMS) Tirta Sari, profesi tiga orang ini adalah penderes.

Warga Dusun Curug di Desa Jambusari Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap, sebelum tahun 2014, selalu kesulitan mendapatkan air bersih, terutama saat musim kemarau.

Warga setempat harus mengambil air ke kali yang jaraknya sampai 1 kilometer hanya untuk mendapatkan air bersih.

Baca Juga: Iseng Pasang Cincin di Alat Kelamin Malah Tidak Bisa Dilepas, Pria di Wanareja Cilacap Minta Bantuan Damkar

Harapan baru muncul ketika program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) masuk pada pertengahan 2013. Setelah program tersebut masuk, desa harus membentuk BP SPAMS untuk mengelola program.

Kelompok Kerja Masyarakat (KKM) yang sudah ada sebelumnya langsung berubah nama dan fungsi menjadi BP SPAMS dengan nama BP SPAMS Tirtasari Jambusari.

Dengan susunan pengurus, Ketua Irawan, Ketua Harian Jasam, Teknisi Ita, Sekretaris Kasmin, dan Bendahara Kamin.

Pekerjaan pertama BP SPAMS Tirtasari adalah mencari mata air. Setelah mata air ditemukan, pengeboran langsung dilakukan saat itu.

Baca Juga: Profil dan Biografi Gus Ali Gondrong Pendiri Mafia Sholawat, Pemilik Jutaan Jamaah Seantero Indonesia

Kendala langsung dihadapi BP SPAMS saat itu, ketika melakukan pengeboran mata air, bukannya air yang keluar, tetapi malah gas yang keluar. Usaha pertama gagal.

Keinginan ketersediaan air bersih menjadi semangat setiap pengurus. Meski gagal pada usaha pengeboran pertama, pengurus mencoba bersepekulasi.

Karena tidak ada mata air lain, mereka mencoba mengebor sumur dangkal yang letaknya tidak jauh dari sungai di Dusun Curug.

Pengurus sebenarnya tidak yakin atas ide tersebut, karena hal tersebut baru pertama kali diterapkan di program PAMSIMAS. Tetapi karena tidak ada potensi lain, upaya tersebut tetap dilakukan.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Tempat Bunuh Diri dan Pembunuhan, Ini Misteri Jembatan Gondolayu Jogja dengan Cerita Mistisnya

Mereka kemudian mengebor sumur di bantaran sungai dengan kedalaman 5 meter dari pemukaan, dengan kedalaman air hingga 4 meter.

Setelah sumur jadi, dikuras dan dites dengan pompa diesel dengan kapasitas 5 liter per detik akhirnya membuahkan hasil, air bisa keluar. Meski diambil selama 8 jam, sumur terus terus mengeluarkan air.

Persoalan tidak selesai hanya setelah air keluar dari sumur tersebut. Masalah baru muncul, ternyata air tersebut mengandung Fe atau zat besi yang terlalu tinggi!.

"Air berwarna kuning dan keruh, bahkan ketika di uji laboratorium pun tidak lolos atau tidak layak untuk dikomsumsi," ucap Ketua BP SPAMS Tirtasari saat ini, Jasam, ketika ditemui di Dusun Guling Badak, Desa Jambusari, Rabu 21 September 2022.

Baca Juga: Ada Lola Sang Putri Big Mom dan Morley, Ini 10 Desain Karakter Terburuk di One Piece Hasil Kreasi Eiichiro Oda

Hal tersebut sempat membuat pengurus putus asa. Tetapi karena desakan warga, khususnya 136 Kepala Keluarga (KK) di RW 9 Dusun Curug, yang sudah terdaftar sebagai pelanggan Sambungan Rumah (SR), akhirnya pengurus mencari jalan keluar.

Dalam waktu 1,5 bulan, pengurus menemukan sebuah alat saringan pasir cepat dengan metode sederhana. Alat tersebut terbuat dari toples bekas permen.

Dari alat sederhana tersebut, ternyata mampu menyaring zat besi dalam air untuk kemudian bisa dikomsumsi.

"Ketika kami mendapatkan dana sekitar Rp 1,6 juta, oleh kami langsung digunakan untuk membeli media yang lebih besar, yaitu drum plastik," imbuh Jasam.

Baca Juga: Viral di Tiktok! Inilah Lirik Lagu Lenggang Puspita, Ditulis oleh Achmad Albar dan Kembali Polpuler oleh Afgan

Dalam perjalanan, ketika dinilai sudah mampu berjalan, salah satu inisiator, yakni Irawan mundur dari kepengurusan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada empat pengurus tersisa.

Teknisi BP SPAMS Tirtasari, Ita menceritakan, pada tahun-tahun pertama pengurus rela tidak dibayar.

Karena dari omset sekitar Rp 4,5 juta saat itu hanya cukup untuk membayar tagihan listrik yang mencapai Rp 4 juta. Pengurus hanya mendapatkan uang operasional sebesar Rp 100 ribu perbulannya.

Baru ketika jumlah pelanggan bertambah, uang operasional pengurus bertambah, menjadi Rp 250 ribu, Rp 400 ribu, hingga Rp 1,5 juta pada saat ini.

Baca Juga: Ngotot, Percaya Diri, dan Semangat Team Work Kuat, Wajah Sepakbola Korea Selatan pada Timnas Indonesia

"Dapat gaji Rp 1,5 juta belum ada satu tahun ini. Itupun cuma dua pengurus yang dapat gaji sebesar itu, yakni ketua dan teknisi, karena dua orang ini yang selalu di lapangan. Sementara sekretaris dan bendahara diberi Rp 500 ribu sebulannya," ujarnya.

Dia mengaku rela tidak digaji, karena mereka pernah merasakan betapa tidak enaknya kesulitan mendapatkan air bersih.

"Sebagai pengurus, saya sudah cukup senang ketika kami tidak lagi mengangsu di kali saat kemarau. Dan kata pak kiyai, ibadah kan tidak hanya solat, dan kegiatan ini juga kami niati sebagai ibadah kami,"terangnya.

Lima tahun berjalan, sekarang bukan hanya warga Dusun Curug yang merasakan air bersih saat kemarau.

Baca Juga: Profil dan Biodata Lengkap Marselino Ferdinan Pemain Timnas Indonesia U-19 : Alamat, Instagram, Umur

Tetapi sudah ada tiga dusun di Jambusari juga sudah teraliri air bersih. Yakni selain Dusun Curug, Dusun Guling Badak, dan Dusun Jambuandap. Tiga dusun tersebut teraliri air bersih dari tiga sumur induk.

"Tahun ini sudah ada 607 SR atau pelanggan BP SPAMS Tirtasari," ucap Sekretaris BP SPAMS, Kasmin.

Dari 607 pelanggan tersebut, BP SPAMS memiliki omset rata-rata sekitar Rp 12 juta setiap bulannya.

Dari uang sebesar itu, cukup untuk membayar tagihan listrik di tiga titik sebesar Rp 6 juta setiap bulannya. Rp 3 juta buat Ketua dan Teknisi. Dan Rp 1 juta buat Sekretaris dan Bendahara.

Baca Juga: Profil Kamaruddin Simanjuntak, Kuasa Hukum Brigadir J yang Ternyata Pernah Tinggal di Kolong Jembatan Klender

Dalam pelaksanaannya, ketua dan teknisi yang melakukan segalanya. Mulai dari perawatan ketika terjadi kebocoran, hingga pembuatan sumur infus baru untuk mensupport sumur induk.

Pihaknya juga tidak hanya mengandalkan bantuan pemerintah dalam menjalankan BP SPAMS. Tidak sedikit aset yang dimiliki saat ini, seperti tanah yang digunakan untuk sumur induk adalah hasil hutang ke bank terlebih dahulu.

"Ada bantuan jalan, tidak dapat bantuan ya ngutang ke bank," ucap Kamin, bendahara BP SPAMS.

Hal tersebut (hutang bank) dilakukan, karena cita-cita pengurus ingin membuat BP SPAMS ini terus berkembang.

Baca Juga: TKP Penggerebegan Jamu Ilegal di Kroya Bukan yang Pertama, Loka POM Sebut Ada Potensi Pemain Besar Terlibat

Atas keseriusan pengurus ini pula yang membuat pemerintah, baik daerah maupun pusat tidak segan memmberikan bantuan ratusan SR dalam empat tahun terakhir.

"Jumlah SR (pelanggan, red) terus bertambah setiap tahunnya. Oleh karena itu, kami juga harus menyediakan sumur induk baru
untuk memenuhi itu," imbuhnya.

Meski bisa berjalan mandiri, dia masih berharap bantuan dari semua pihak, terutama untuk pengembangan jaringan baru, sumur baru, hingga kebutuhan listrik sampai genset.

Karena selama lima tahun berjalan pengurus belum berani menaikan tarif langganan. Setiap kubik air, pelanggan hanya dibebani tagihan Rp 2.500. Setiap pelanggan sendiri rata-rata hanya mengkomsumsi 8 hingga 10 kubik perbulannya.

"Kami belum berani menaikkan tarif, karena kami menyadari pelayanan kami masih belum maksimal. Seperti saat sedang mati listrik otomatis air juga tidak mengalir," tutup Kamin.***

 

 

Editor: Muhammad Nasrulloh

Tags

Terkini

Terpopuler