Mengungkap Sejarah Kelam: Bendungan Tua di Banten yang Menjadi Saksi Bisu Perbudakan Belanda di Indonesia

- 29 Oktober 2023, 17:00 WIB
Ilustrasi Bendungan - Mengungkap Sejarah Kelam: Bendungan Tua di Banten yang Menjadi Saksi Bisu Perbudakan Belanda di Indonesia /Dok. Instagram.com @banuabaru.id
Ilustrasi Bendungan - Mengungkap Sejarah Kelam: Bendungan Tua di Banten yang Menjadi Saksi Bisu Perbudakan Belanda di Indonesia /Dok. Instagram.com @banuabaru.id /

CilacapUpdate.com - Banten menyimpan sebuah aset bersejarah yang cukup mencengangkan. Bendungan tua yang berdiri kokoh sejak tahun 1905, di balik megahnya konstruksinya, mengisahkan peristiwa kelam perbudakan Belanda di Indonesia.

Dalam rentang waktu dua dekade, tepatnya pada tahun 1925, bangunan ini akhirnya selesai dibangun dan diresmikan. Bendungan tersebut, yang memiliki sepuluh pintu air, memakan biaya sekitar lima juta gulden. Jumlah yang mahaal pada zamannya.

Namun, dibalik megahnya pembangunan ini, terdapat kisah kelam yang mengiringinya. Pemerintah kolonial Belanda mempekerjakan sekitar 200 ribu masyarakat Indonesia untuk membangun bendungan ini.

Mereka dipaksa untuk bekerja sebagai rodi, merintis dan merampungkan megaproyek ini yang mampu mengairi lahan seluas 27.000 hektar pada masa itu.

Lansiran dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id mengungkapkan lebih dalam mengenai bendungan ini.

Konstruksi Bendungan Pamarayan memiliki panjang mencapai 191,65 meter yang terbagi menjadi beberapa bangunan, termasuk bangunan utama, ruang kontrol bendungan sekunder, ruang lori, jembatan, dan rel lori.

Baca Juga: Pantai Carita Pandeglang Banten Pernah Jadi Unggulan Wisata Megah, Tapi Kini Terbengkalai, Ada yang Salah?

Pintu air bendungan ini juga memiliki konstruksi yang memanjang sepanjang sungai dan menara-menara megah yang memperindahnya.

Akan tetapi, yang paling menarik adalah arsitektur bendungan ini. Konstruksi bangunan ini dirancang untuk menyerupai kuil-kuil kuno di Athena, Yunani, yang dibangun pada tahun 437-432 SM.

Meskipun atapnya tidak memiliki pedimen seperti kuil-kuil Yunani, namun bagian tersebut berdenah asimetris berbentuk "salib melintang" dan memiliki gaya arsitektur Second Empire Baroque dengan tiga menara. Hal ini memberikan keunikan tersendiri pada bendungan ini.

Bendungan ini dikenal dengan nama Bendung Lama Pamarayan atau sering disebut Bendungan Pamarayan. Letaknya yang melintasi dua wilayah, yaitu Kecamatan Pamarayan dan Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, membuatnya menjadi simbol sejarah yang cukup penting.

Pekerjaan pembangunan Bendungan Pamarayan sendiri dilakukan oleh orang-orang pribumi, yang mayoritas berasal dari daerah Jawa, di bawah pemerintahan kolonial Belanda.

Warga pribumi yang terlibat dalam proyek ini memang menerima imbalan atas pekerjaan keras mereka. Saat itu, mereka dibayar dengan mata uang logam Wel Wina, dengan cara yang tidak selalu jelas.

Baca Juga: Tragedi Bendungan Mini Banten: Pernah Jebol dan Tenggelamkan Dua Kampung

Takaran uang atau takaran jagung, semuanya tampaknya tidak diperhitungkan secara rinci. Hal inilah yang kemudian memicu ketegangan antara warga pribumi dengan pemerintah kolonial Belanda terkait imbalan yang diberikan.

Akibat peristiwa ini, nama daerah ini berubah menjadi "Pembayaran," yang kemudian juga digunakan sebagai nama untuk bendungan tua ini. Pamarayan sendiri dalam bahasa Sunda berarti "Pembayaran."

Bendungan Pamarayan juga memiliki posisi penting dalam sejarah, karena merupakan bendungan terbesar pertama yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia. Ini merupakan pencapaian teknik yang luar biasa untuk masanya.

Namun, sejak tahun 1997, Bendungan Pamarayan ini sudah tidak lagi dioperasikan karena kondisinya yang rusak dan konstruksi bangunannya yang sudah lapuk.

Penyebab lainnya adalah proses pendangkalan sungai dan penurunan tekanan debit air. Oleh karena itu, Bendung Lama Pamarayan ini telah digantikan oleh Bendung Baru Pamarayan yang terletak 1 kilometer dari lokasi bendungan lama.

Bendungan Pamarayan yang pernah menjadi tulang punggung bagi pertanian dan kehidupan masyarakat sekitar, kini telah menjadi sebuah kawasan cagar budaya yang berharga bagi sejarah Banten.

Baca Juga: 3 SMA Unggulan di Provinsi Banten: SMAN 1 Tangerang Tak Lagi Peringkat Pertama, Juaranya Siapa Hayo?

Kisah Bendungan Pamarayan mengungkapkan aspek bersejarah yang kompleks, yang mencerminkan pencapaian teknik Belanda pada zamannya tetapi juga memaparkan penderitaan yang dialami oleh ratusan ribu pekerja Indonesia yang terlibat dalam proyek ini.

Meskipun bendungan ini tidak lagi berfungsi, keberadaannya sebagai cagar budaya memberikan pelajaran berharga tentang masa lalu Indonesia yang penuh perjuangan dan tantangan.

Sebagai bagian dari upaya pelestarian sejarah, Bendungan Pamarayan tetap menjadi saksi bisu perjuangan masa lalu yang tak boleh dilupakan.***

Editor: Achmad Ade Salim Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah