Bandara Malikus Saleh: Jejak Sejarah Media Penghubung Aceh dengan Provinsi Lain

14 Oktober 2023, 12:10 WIB
Ilustrasi Bandara Malikus Saleh: Jejak Sejarah Aceh yang Dilestarikan di Udara/Dok. Freepik.com /

 

CilacapUpdate.com - Bandara Malikus Saleh, yang terletak di Aceh, menyimpan jejak sejarah yang kaya dan nama yang penuh makna. Nama bandara ini diambil dari sultan pertama Kerajaan Samudera Pasai, Malikus Saleh, yang memiliki peran penting dalam sejarah Aceh.

Bandara ini dikelola oleh Pertamina/PT Angkasa Pura II, dengan kode IATA LSW dan kode ICAO WITM, telah menjadi bagian penting dari infrastruktur transportasi di wilayah tersebut selama lebih dari tiga dekade, sejak tahun 1985. Dalam artikel ini, kita akan mengungkap jejak sejarah Bandara Malikus Saleh dan peran pentingnya dalam menghubungkan Aceh dengan kota-kota lain di Indonesia.

Bandara Malikus Saleh, seiring dengan sejarah Aceh, telah menjadi salah satu bandara utama di wilayah tersebut. Dilansir dari laman dishub.acehprov.go.id, bandara ini melayani penerbangan tiga kali seminggu, menjadikannya salah satu pintu gerbang udara penting bagi penduduk Aceh dan pengunjung dari luar daerah.

Baca Juga: Petualangan Indah Pantai Kebo, Trenggalek: Menjelajah Desa Terpencil Penuh dengan Keajaiban Alam

Dengan maskapai penghubung seperti Lion Air dan Garuda Indonesia, bandara ini menjadi pusat aktivitas udara yang sibuk di wilayah itu.

Bandara Malikus Saleh memiliki ketinggian 27 meter di atas permukaan laut (mdpl), memberikan pemandangan spektakuler bagi para penumpang yang tiba di sana. Namun, bagian paling menarik dari bandara ini adalah sejarah yang menyertainya.

Dibangun awalnya oleh PT Arun NGL, bandara ini bertujuan untuk memudahkan transportasi dari Lhokseumawe dan sekitarnya ke Kota Medan. Dalam hal ini, bandara berfungsi sebagai jembatan penting yang menghubungkan dua wilayah ini.

Bandara Malikus Saleh juga memiliki sejarah yang menarik terkait dengan pengoperasian maskapai. Pada masa lalu, maskapai Jatayu Air pernah melayani rute antara Banda Aceh dan Medan melalui bandara ini.

Hal ini disebabkan oleh sedikitnya penumpang yang menggunakan angkutan darat di antara kedua kota tersebut. Namun, bandara ini tidak hanya melihat masa-masa gemilang, tetapi juga melalui tantangan yang serius.

Salah satu tantangan yang dihadapi Bandara Malikus Saleh adalah peristiwa konflik yang pecah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Konflik ini mengancam jalur transportasi darat di Aceh, dan bandara ini menjadi semakin penting sebagai alternatif untuk menjaga konektivitas di wilayah yang dilanda konflik.

Baca Juga: Meski Minta Maaf, UIN Jambi Tetap Memberi Sanksi pada Pelaku Pembullian Mahasiswi

Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, Bandara Malikus Saleh berperan penting dalam memastikan bahwa orang-orang di Aceh tetap memiliki akses ke kota-kota lain di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, Bandara Malikus Saleh mengalami perubahan dalam operasionalnya. Awalnya, operasi penerbangan diambil alih oleh pesawat Beechcraft 1900D Airliner yang dimiliki oleh Travira Air.

Namun, seiring dengan berakhirnya peran PT Arun, operasi dan kepemilikan bandara ini akhirnya diserahkan kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh. Hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan dalam pengelolaan bandara ini, tetapi sejarahnya tetap hidup di udara Aceh.

Bandara Malikus Saleh adalah bukti hidup dari bagaimana infrastruktur transportasi dapat membantu menghubungkan masa lalu dan masa kini.

Nama bandara ini yang diambil dari sultan pertama Kerajaan Samudera Pasai, Malikus Saleh, adalah penghormatan kepada sejarah Aceh yang kaya. Bandara ini adalah tempat di mana wisatawan dan penduduk setempat dapat merasakan kehadiran sejarah yang masih hidup dalam penerbangan mereka.

Selain itu, Bandara Malikus Saleh juga mencerminkan semangat kebersamaan dalam menghadapi tantangan. Selama masa konflik, bandara ini adalah salah satu jembatan penting yang menghubungkan Aceh dengan dunia luar, memastikan bahwa bantuan dan sumber daya dapat mencapai orang-orang yang membutuhkannya.

Ini adalah cerminan dari bagaimana infrastruktur transportasi tidak hanya menghubungkan tempat, tetapi juga menghubungkan orang.

Baca Juga: Syarat dan Jenis-Jenis KUR BRI 2023 di Kabupaten Probolinggo: Ajukan KUR BRI 2023 Rp100 Juta Sekarang!

Kisah Bandara Malikus Saleh juga mengingatkan kita akan pentingnya pelestarian sejarah. Meskipun dunia terus berubah dan berkembang, menghormati dan memelihara warisan sejarah adalah tugas yang sangat penting. Bandara ini membuktikan bahwa kita dapat menjaga jejak sejarah hidup dalam infrastruktur modern, memberikan pengalaman yang kaya bagi mereka yang melewatinya.

Sebagai penghormatan kepada Bandara Malikus Saleh, kita harus berusaha untuk memahami sejarah di balik nama-nama tempat yang kita gunakan sehari-hari. Sejarah adalah cerminan dari perjalanan panjang suatu wilayah dan masyarakatnya.

Sejarah adalah pengingat yang kuat tentang bagaimana peristiwa masa lalu telah membentuk dunia kita saat ini.

Dalam mengakhiri perjalanan kita melalui Bandara Malikus Saleh, kita tidak hanya mendarat di tujuan fisik, tetapi juga di tempat yang sarat dengan makna sejarah.

Ini adalah tempat yang menghubungkan kita dengan sejarah Aceh, dengan Sultan Malikus Saleh, dan dengan perjuangan yang melibatkan orang-orang di wilayah ini. Bandara ini adalah jendela ke masa lalu, dan juga jembatan ke masa depan.

Sebagai kesimpulan, Bandara Malikus Saleh adalah lebih dari sekadar tempat di mana pesawat mendarat dan lepas landas. Ini adalah warisan hidup Aceh, sebuah tanda penghormatan kepada sejarah, dan simbol keberanian dan ketahanan dalam menghadapi tantangan.

Dengan menghargai tempat-tempat seperti Bandara Malikus Saleh, kita dapat memahami sejarah yang lebih dalam dan menghargai peran penting masa lalu.***

 

Editor: Muhammad Nasrulloh

Sumber: dishub.acehprov.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler