Sebuah peristiwa penting terjadi pada tahun 1923 ketika gempa bumi yang sangat dahsyat melanda. Meskipun banyak bangunan yang roboh, mushola yang dikenal sebagai "Langgar Duwur" yang didirikan oleh KH. Fadlil tetap kokoh.
Keajaiban ini menciptakan ketenaran bagi langgar tersebut. Bahkan, Adipati Cilacap saat itu, R. Cakra Wardaya, menyatakan bahwa tempat itu akan menjadi lokasi untuk mendirikan Masjid Besar di masa depan.
Pada tahun 1936, dengan bantuan dari Mbah KH. Badawi Hanafi, keluarga, santri, dan masyarakat, Masjid Besar akhirnya berdiri di pondok pesantren tersebut.
Namun, pada tahun 1927 dan 1937, Mbah KH. Badawi Hanafi dan ibunya, Nyai H. Fadlil, meninggal dunia, meninggalkan warisan besar dalam bentuk pondok pesantren yang berfokus pada keagamaan dan budaya dakwah.
Perjalanan Perubahan Nama
Pada awalnya, pondok pesantren ini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Kesugihan. Namun, pada tahun 1961, namanya diubah menjadi Pendidikan Dan Pengajaran Agama Islam (PPAI), dan pada tahun 1983, berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ihya ‘Ulumaddin.
Perubahan nama ini dilakukan oleh KH. Mustolih Badawi, putra dari KH. Badawi Hanafi, sebagai penghormatan kepada ayahnya yang sangat mengagumi karya monumental Imam Al-Ghozali, yaitu Kitab Ihya 'Ulumiddin, yang berbicara tentang pembaharuan Islam.
Baca Juga: KH Mustofa Aqil Pastikan Hadiri Acara Harlah JP3M Nusantara Ke 7 di Ponpes Al Ihya Kesugihan Cilacap
Keberadaan di Masyarakat Plural