Wilayah Kesugihan dan Keleng/Pesanggrahan memiliki dua makam yang sangat dikeramatkan oleh penduduk setempat.
Pertama adalah makam Panembahan Nyai Sugih di Desa Kesugihan, dan kedua adalah makam Panembahan Ki Watulingga di Desa Pesanggrahan. Kisah di balik kedua makam ini menggelindingkan benang merah yang memunculkan pameo tersebut.
Baca Juga: Top 10 Mobil Legendaris JDM yang Sukses Mengukir Sejarah Otomotif Global
Konon, pada masa Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung, setelah penyerangan ke Batavia terjadi, sebagian pasukan tidak kembali ke Keraton Mataram.
Mereka memilih untuk menetap di daerah yang dilalui pasukan Mataram dengan alasan menikah dengan penduduk setempat atau alasan lain seperti berguru kepada orang sakti atau bertapa.
Salah satu prajurit Mataram yang tidak kembali ke Keraton adalah Ki Watulingga. Ia jatuh cinta pada seorang puteri saudagar kaya yang di kemudian hari dikenal sebagai Nyai Sugih.
Nyai Sugih, selain kaya raya, juga memiliki kecantikan yang luar biasa. Banyak pemuda dari berbagai desa bahkan para bupati Jawa mengirim utusan untuk meminangnya.
Namun, orang tua Nyai Sugih mengadakan sayembara. Mereka menantang siapapun yang mampu mengalahkan orang paling sakti di wilayah Karsidenan Banyumas, yaitu Bupati Banyumas Arya Gumarang, untuk menjadi suami Nyai Sugih.
Baca Juga: 12 Fakta Menarik Studio Ghibli yang Diyakini Jadi Tempat Anime Abadi Bersemayam
Nyai Sugih sendiri diam-diam memendam perasaan pada Arya Gumarang. Sayembara pun dimulai, dan para pemuda berani menghadapi pertarungan sengit. Arya Gumarang, meskipun diinginkan oleh Nyai Sugih, tidak muncul pada hari sayembara karena dipanggil oleh Raja Mataram.