“Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusung oleh partai dan/atau gabungan partai politik. Ketika penugasan kepada saya diberikan, bukan berarti saya diminta jalan sendiri, tetapi partai secara bersama-sama. Karena pemilihan dilakukan bersama-sama, maka kerjanya sebenarnya adalah kerja kolektif untuk partai. Saya yakin akhirnya saya juga dimintai (pilihan) di antara seluruh (opsi Cawapres) yang masuk,” jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa mekanisme pemilihan calon wakil presiden tersebut dilakukan untuk menghindari kawin paksa politik seperti yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
“Prosesnya seperti pacaran, pasti akan berdialog, (misalnya) apa kepentingan negara dan apa visi-misi bersama yang akan kita bawa. Dalam hal itulah masing-masing partai pasti ada interseksi yang kita bicarakan bersama-sama. Pada saat itu kemudian memunculkan aktor atau tokoh siapa pengantin yang akan didudukkan bersama. Sudah pasti saya akan dimintai apakah cocok enggak dengan kondisi ini atau itu,” ungkapnya.
Ganjar Pranowo menekankan pentingnya komunikasi antarpartai agar proses pemilihan calon wakil presiden bisa terlaksana sesuai dengan mekanisme dan komunikasi yang baik.
“Ruang komunikasi antarpartai politik harus diberikan kepada mereka agar proses ini bisa berjalan dengan baik,” katanya.***