Sumarjono mengingatkan bahwa literasi keuangan digital yang cukup penting agar anak muda bisa membaca perkembangan ekonomi pasar dan menghindari investasi yang meragukan.
Sebagai contoh, seorang pengguna pinjol, Bowo (20), mengaku mengambil pinjaman pertamanya hanya untuk memenuhi kebutuhan kuliah, meski pada akhirnya merasa tergoda oleh hasil instan yang diperoleh.
Meskipun berhasil melunasi pinjamannya, Bowo menyatakan bahwa ia merasa tidak tenang karena terus dikejar oleh rentenir.
Keadaan serupa dialami oleh Khafid, yang menjadi korban temannya yang terlilit pinjol sebesar Rp17 juta. Khafid bahkan harus menyita laptop temannya karena tidak kunjung dikembalikan sebagai upaya memaksa pelunasan utang.
Kejadian seperti ini menunjukkan urgensi literasi keuangan digital untuk melindungi anak muda dari dampak negatif penggunaan pinjaman online dan investasi bodong.***