Ada Kolaborasi Epik Indonesia dan India di Balik Penjualan Bandara Baru Senilai Rp15 Triliun Sumatera Utara?

- 5 April 2024, 07:29 WIB
Ada Kolaborasi Epik Indonesia dan India di Balik Penjualan Bandara Baru Senilai Rp15 Triliun Sumatera Utara?
Ada Kolaborasi Epik Indonesia dan India di Balik Penjualan Bandara Baru Senilai Rp15 Triliun Sumatera Utara? /PPID Angkasa Pura 2

CilacapUpdate.com - Berita mengenai penjualan sebuah bandara baru di Sumatera Utara kepada India seakan menjadi sorotan dunia. Bandara tersebut baru saja berusia 8 tahun sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 27 Maret 2014.

Kabar ini mengemuka, memicu kontroversi, dan menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana bandara yang seharusnya menjadi aset negara bisa beralih kepemilikan kepada negara asing dengan nilai transaksi mencapai Rp15 triliun.

Laporan ini terungkap melalui pernyataan mantan Sekretaris Menteri BUMN 2005-2010, Said Didu, yang menganggap penjualan bandara sebagai langkah yang tidak seharusnya dilakukan.

Menurutnya, sebuah bandara adalah bagian dari otoritas negara dan bisnis, dan penjualannya kepada pihak asing dianggap sebagai tindakan yang keliru, dan hal ini tidak hanya berlaku di Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.

Namun, kabar ini mengundang kebingungan dan ketidakpastian di kalangan masyarakat. Dirut Angkasa Pura 2, Muhammad Awaludin, menepis kabar tersebut dengan tegas.

Menurutnya, penjualan bandara ini bukanlah kenyataan. Sebaliknya, ini adalah hasil dari kerjasama antara Angkasa Pura 2 dan GMR Airports Consortium.

Kerjasama tersebut adalah bentuk upaya bersama untuk mengelola Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang sebenarnya dibangun untuk menggantikan Bandara Polonia di Medan.

Baca Juga: Dari Sorong Menggebrak Indonesia: SMAS Averos Raih Prestasi Masuk 570 Besar se-Indonesia!

Dalam kerjasama ini, tidak terjadi penjualan aset, melainkan perusahaan patungan yang akan menyewa aset tersebut selama 25 tahun, mirip dengan konsep tanent di terminal. Setelah masa sewa berakhir, bandara tersebut akan kembali ke pemegang saham mayoritas, yaitu Angkasa Pura 2.

Kerjasama ini sendiri berlangsung sejak 2021, ketika Bandara Internasional Kualanamu berusia 8 tahun.

Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk menggabungkan sumber daya Angkasa Pura 2 dengan GMR Airports Consortium guna mengoptimalkan pengembangan bandara ini menjadi hub dan pintu gerbang utama internasional.

Dalam kesepakatan ini, GMR Airports Consortium akan memiliki saham sebesar 49 persen, sedangkan Angkasa Pura 2 melalui anak perusahaannya, PT Angkasa Pura Aviasi, akan memiliki saham mayoritas sebesar 51 persen.

Sebagai pemegang saham mayoritas, Angkasa Pura 2 akan terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan operasional bandara.

Meskipun ada pihak asing yang terlibat dalam kerjasama ini, bandara tersebut tetap berada di bawah kontrol dan pengawasan pihak Indonesia, dan akan memberikan manfaat ekonomi dan konektivitas yang lebih besar untuk wilayah Sumatera Utara.

Mengapa Kerjasama Seperti Ini Diperlukan?

Pertanyaan mendasar yang muncul adalah mengapa kerjasama seperti ini diperlukan. Mengapa tidak menjaga kepemilikan sepenuhnya di tangan pemerintah Indonesia? Ada beberapa alasan yang mendasarinya.

Pengembangan dan Investasi: Pengembangan sebuah bandara internasional modern dan efisien memerlukan investasi yang sangat besar. Dalam hal ini, melibatkan mitra asing dapat memberikan sumber daya finansial yang diperlukan untuk memperluas fasilitas dan meningkatkan pelayanan.

Pengalaman dan Keahlian: GMR Airports Consortium membawa pengalaman dan keahlian dalam mengelola bandara internasional.

Mereka memiliki catatan sukses dalam mengoperasikan bandara-bandara di seluruh dunia dan dapat membantu meningkatkan standar operasional dan pelayanan di Bandara Kualanamu.

Hub Internasional: Transformasi Bandara Kualanamu menjadi hub internasional dapat membuka peluang baru bagi pariwisata dan perdagangan di Sumatera Utara. Dengan adanya mitra asing, pengembangan ini dapat dipercepat, menciptakan manfaat ekonomi yang signifikan.

Pemeliharaan dan Pembaruan: Perjanjian jangka panjang ini juga mencakup kewajiban untuk pemeliharaan dan pembaruan terus-menerus.

Dengan adanya mitra asing, Bandara Kualanamu dapat dijaga dengan baik dan terus menerus diperbarui agar tetap kompetitif di tingkat internasional.

Diversifikasi Pendapatan: Kerjasama ini memberikan kesempatan bagi Angkasa Pura 2 untuk mendiversifikasi sumber pendapatan mereka, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mengembangkan infrastruktur bandara lainnya di Indonesia.

Baca Juga: Mengenal Sosok Syiah Kuala: Tokoh Inspiratif di Balik Universitas Ternama Aceh

Mengapa Kontroversi Muncul?

Meskipun ada banyak alasan yang mendukung kerjasama ini, penjualan bandara kepada mitra asing selalu menuai kontroversi dan kekhawatiran. Beberapa masalah yang muncul adalah:

Kedaulatan dan Keamanan: Penyerahan kepemilikan bandara kepada pihak asing bisa memunculkan kekhawatiran tentang kedaulatan nasional dan keamanan.

Meskipun dalam kasus ini, pengelolaan tetap berada di bawah pengawasan pihak Indonesia, ada pertanyaan tentang apa yang akan terjadi jika hubungan antara pihak Indonesia dan mitra asing ini berubah di masa depan.

Bagian dari Otoritas Negara: Sebagian masyarakat percaya bahwa bandara adalah bagian dari otoritas negara dan tidak boleh dijadikan komoditas perdagangan.

Mereka melihat penjualan ini sebagai pengorbanan nilai-nilai nasional dan kepentingan jangka panjang demi keuntungan ekonomi jangka pendek.***

Editor: Lutfi Ramadhan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah