Sejarah Nusakambangan: Pulau Penjara dan Tempat Eksekusi Napi Kakap yang Jadi Materi Kampanye Ganjar Pranowo

13 Desember 2023, 15:12 WIB
Ilustrasi : prosesi pemindahan Narapidana dari Lapas Bali ke Lapas Super Maximum Security Karang Anyar Pulau Nusakambangan, 2020 lalu./Dok Cilacap Update /

CilacapUpdate.com - Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap dijadikan materi bahan kampanye Calon Presiden (Capres), Ganjar Pranowo, di mana Capres nomor urut 3 ini menjanjikan akan menyeret koruptor ke Nusakambangan jika terpilih sebagai presiden RI.

Hal tersebut disampaikan Ganjar Pranowo pada saat memberikan Kuliah Kebangsaan di Kampus Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat 8 Desember 2023 lalu, dan dipertegas dalam debat pertama calon presiden (capres) Pemilu 2024 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Selasa, 12 Desember 2023.

Pada debat tersebut, selain siap menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, Ganjar menyampaikan keinginannya untuk bisa menyeret koruptor ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Ganjar menyatakan hal tersebut tidak lain karena berpendapat bahwa korupsi adalah penyakit yang telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama bagi setiap pemimpin.

Baca Juga: Debat Capres Pemilu 2024: Ganjar Janjikan Seret Koruptor ke Nusakambangan dan Bereskan RUU Perampasan Aset

Menurut mantan Gubernur Jawa Tengah tersebut, selain harus dihukum seberat-beratnya, koruptor perlu diseret ke Lapas Nusakambangan Cilacap sebagai langkah memberikan efek jera.

"LP Nusakambangan adalah tempat yang tepat untuk menampung koruptor. Di sana, mereka akan mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," ujar Ganjar dikutip dari Youtube Live KPU.

Lantas seperti apa sejarah Pulau Nusakambangan, yang sudah sejak jaman Belanda dijadikan lokasi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) berkeamanan tinggi di Indonesia?

Pulau Nusakambangan yang juga dikenal dengan sebutan Alcatraz ala Indonesia saat ini memiliki tujuh Lapas dan satu Bapas (Balai Pemasyarakatan). Rencananya akan ada tambahan tiga Lapas yang diresmikan pada tahun 2023 ini atau 2024 mendatang.

Secara administratif, Pulau Nusakambangan terletak di Kelurahan Tambakreja, Kecamatan Cilacap Selatan dan membentang sepanjang kurang lebih 36 kilometer dari barat ke timur, dengan lebar antara 4-6 kilometer, mencakup luas total sekitar 21.000 hektare.

Dikutip dari skripsi Muchamad Sulton berjudul "Perkembangan Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusakambangan Kabupaten Cilacap tahun 1908-1983", pada awalnya, ada 12 rumah penjara yang terpisah di pulau ini, dengan setiap rumah dipisahkan dari yang lain.

Pada skripsi tersebut dijelaskan, jika Pulau Nusakambangan secara resmi digunakan sebagai tempat penahanan sejak tahun 1905, pertama kali menahan tahanan tingkat kolonel hingga prajurit penembak kelas III.

Tetapi sebenarnya, penggunaan Pulau Nusakambangan sebagai lokasi penahanan dimulai pada tahun 1861, ketika tahanan digunakan untuk membangun benteng pertahanan Karangbolong di sebelah tenggara pulau. Peristiwa ini menjadi awal masuknya tahanan ke Pulau Nusakambangan.

Lapas pertama yang dibangun adalah Lapas Permisan pada tahun 1908 yang terletak di bagian selatan pulau. Lokasi ini dipilih untuk menghindari pelarian yang dapat terperangkap oleh gelombang laut selatan atau menjadi mangsa binatang buas di hutan sekitarnya.

Baca Juga: Deretan Narapidana yang Berhasil Kabur dari Pulau Nusakambangan, 2 di antaranya 'Hilang' Hingga Kini

Beberapa tahun berikutnya, dibangun Lapas Karanganyar dan Nirbaya pada tahun 1912.

Status Nusakambangan sebagai pulau penjara diperkuat berdasarkan keputusan dari Gubernur Jenderal Hindia-Belanda tanggal 24 Juli 1922 No. 25, Pulau Nusakambangan ditetapkan sebagai tempat hukuman bagi narapidana atas tindakan kejahatannya.

Penguatan Nusakambangan sebagai Pulau penjara terus diperkuat, usai Pemerintah Belanda melanjutkan pembangunan Lapas Batu pada tahun 1925, Lapas Karangtengah dan Gliger pada tahun 1928, serta Lapas Besi pada tahun 1929.

Pada tahun 1935, pembangunan dilanjutkan dengan Lapas Limus Bunti dan Cilacap. Terakhir, dibangun Lapas Kembang Kuining pada tahun 1950, yang memiliki kapasitas hingga 1.000 orang.

Sejak zaman penjajahan, para tahanan di Pulau Nusakambangan digunakan untuk bekerja di perkebunan karet. Pulau ini sebenarnya telah berpenduduk sebelum dijadikan tempat penahanan narapidana.

Masyarakat asli tersebar di berbagai wilayah di Nusakambangan seperti Jumbleng (sekarang Batu), Kembang Kunung, Lempung Pucung, Kali Wangi, Tumpeng, Brambang, Gliger, Limus, Buntu, Kauman, Gereges, dan Karang Salam.

Ada tiga kelompok masyarakat yang tinggal di Nusakambangan: masyarakat pegawai (dan keluarga), narapidana, dan masyarakat lainnya, termasuk guru SD dan petugas mercusuar.

Pada tahun 1861, Pemerintah Belanda memindahkan sebagian besar penduduk asli ke tempat lain, seperti Kampung Laut, Jojok, dan Cilacap, untuk memanfaatkan pulau ini sebagai basis pertahanan.

Seluruh penduduk sipil dan militer dipindahkan ketika Nusakambangan ditetapkan sebagai pulau penahanan narapidana pada tahun 1908.

Sejak itu, Pulau Nusakambangan menjadi pulau yang angker dengan banyak eksekusi pidana mati yang dilakukan di sana. Pulau ini kemudian menjadi terisolasi, tertutup, dan sangat ketat dalam pengamanannya.

Baca Juga: Tak Punya Izin Tinggal, Eks Napi Lapas Permisan Nusakambangan Asal Iran Dideportasi

Pada tahun 1937, Nusakambangan ditetapkan sebagai daerah tertutup untuk pertambangan dan kepentingan umum. Jumlah penduduk Nusakambangan pada masa itu tidak pasti, tetapi pada tahun 1970 mencapai 7.500 orang.

Namun, pada tahun 1980, jumlah penduduk berkurang hingga tinggal seperempatnya, terutama karena pembebasan semua tahanan politik G30S PKI pada tahun 1985.

Dan di era presiden Soeharto pula, Pulau Nusakambangan pernah dijadikan tempat pembuangan para narapidana yang tidak pernah diadili. Kebanyakan dari mereka meninggal dunia karena kelaparan hingga sakit.

Setelah berkembang menjadi pulau penjara, Nusakambangan juga digunakan untuk eksekusi pada masa itu.

Tercatat, sejumlah narapidana kelas kakap yang juga bandar narkoba pernah dieksekusi di Nusakambangan, seperti Humprey Jefferson (Nigeria), Seck Osmane (Senegal/Afrika Selatan), Michael Titus Igweh (Nigeria) hingga Freddy Budiman (Indonesia).

Selain empat tersebut, sejumlah narapidana juga dieksekusi di Nusakambangan, yakni terhadap terdakwa Umar (1985) dan Bambang Suswoyo (1987) yang merupakan terpidana kasus subversi.

Pada 2008 lalu juga dilakukan eksekusi mati di Nusakambangan kepada tiga terdakwa kasus Bom Bali I yaitu Abdul Aziz alias Imam Samudra, Ali Ghufron alias Mukhlas, dan Amrozi.

Pulau Nusambangan sampai saat ini menjadi pulau yang terisolasi dengan penjagaan yang cukup ketat. Dengan citra seram tersebut, pantas saja Ganjar Pranowo mewacanakan untuk menjadikan Pulau Nusakambangan sebagai Lapasnya para koruptor. 

Sebenarnya pernah muncul wacana pemanfaatan sebagian wilayah Nusakambangan untuk cagar alam atau destinasi wisata oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.

Tetapi hal tersebut masih belum terealisasi sampai saat ini, di antaranya karena statusnya yang masih sebagai pulau penjara.

Wacana menjadikan sebagian Pulau Nusakambangan sebagai tempat wisata semakin jauh, setelah muncul rencana Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM yang mengusulkan agar Pulau Nusakambangan jadi wilayah otorita khusus atau setingkat kantor wilayah.

Hal tersebut disampaikan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Tengah, Marasudi Siregar pada 2020 lalu, di mana pihaknya mengaku sudah mengusulkan itu kepada Kemenkumham.

"Prosesnya lama," kata dia dikutip dari Antara.***

 

 

 

Editor: Lutfi Ramadhan

Sumber: berbagai sumber

Tags

Terkini

Terpopuler