Jokowi Jadi Sorotan Media Asing, dari Isu Perpanjang Masa Jabatan, Hingga IKN Jadi Hadiah Gajah Putih 

- 28 Maret 2022, 07:33 WIB
Jokowi menjadi sorotan media asing perihal situasi politik dan ekonomi Indonesia di antaranya hasrat memperpanjang masa jabatan Presiden
Jokowi menjadi sorotan media asing perihal situasi politik dan ekonomi Indonesia di antaranya hasrat memperpanjang masa jabatan Presiden /Instagram/jokowi
 


CilacapUpdate.com - Jokowi kini menjadi sorotan media asing perihal situasi politik dan ekonomi Indonesia.
 
Bukan karena menjelang pemilu dan Covid-19 yang memporak-porandakan struktur ekonomi, melainkan isu yang mengancam keberlangsungan demokrasi, yakni hasrat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden dari kelompok tertentu.

"Siapa yang bisa melupakan momen delapan tahun lalu, ketika seorang bekas penjual furnitur dengan senyum kemenangannya naik ke kursi Kepresidenan Indonesia?" tulis The Economist, memulai kalimat pembukanya, kemarin, 26 Maret 2022.
 
 
Baca Juga: Sebanyak 3.334 CPNS, PPPK Non Guru, dan PPPK Guru Kabupaten Cilacap Tahap I Segera Dapatkan SK Pengangkatan

Jokowi memang telah membangun reputasinya sejak menjadi Walikota Solo. Sing-sing lengannya telah tampak memiliki hasil dalam memperbaiki pelbagai persoalan. Reputasi tersebut mengantarnya ke kursi Gubernur DKI Jakarta, kota metropolitan dengan setumpuk masalahnya.

politisi yang tampil polos, sederhana dan sangat dekat dengan rakyat di pasar-pasar dan gang-gang kecil, dianggap sebagai simbol kekuasaan rakyat sesungguhnya. Bahkan dianggap sebagai penanda berakhirnya rezim diktator. Walaupun sebenarnya rezim itu telah usai 1998 silam.
 
Jokowi dianggap sebagai Presiden satu-satunya yang diusung di luar kelompok militer dan kelompok elite negara.
 
Baca Juga: Sinopsis Film The Lost City 2022: Aksi Penculikan Sandra Bullok Si Penulis Novel dan Pencarian Harta Karun

"Seorang pria dari rakyat, ia terhubung dengan pemilih di pasar dan gang-gang belakang. Untuk pertama kalinya, seorang penguasa tidak berasal dari tentara atau elit negara," tulisnya menggambarkan sosok Jokowi.

Seolah bermimpi, Jokowi tampil sebagai sosok di luar apa yang telah digambarkan banyak orang.
 
Jokowi disejajarkan dengan sosok kuat dalam sejarah kekuasaan politik, mendiang Soeharto. Senang atau tidak, sikap dan tindakan Jokowi dipersepsikan ke arah itu, "yang pada dasarnya menghapus politik, mengkooptasi tentara di sepanjang jalan," tulis media tersebut.
 
Baca Juga: Siapa Temon Pemeran Dalam Film Serangan Fajar? Berikut Profilnya, Pemeran, dan Kru Film Serangan Fajar

Kekuasaan Jokowi pada periode kedua memang akan berakhir tahun 2024. Tetapi kepastian masa jabatan itu menjadi liar akibat munculnya gagasan perpanjangan masa jabatan. Terlepas isu tersebut betul-betul keinginan Jokowi atau tidak, satu hal yang pasti bahwa, isu perpanjangan masa jabatan tampak terus digulirkan oleh sebagian orang dekat Jokowi.

"Namun antek-antek Jokowi, jika bukan pria itu sendiri, berusaha keras untuk tetap bertahan dengan cara mengubah konstitusi untuk memperpanjang masa jabatannya tiga tahun," lanjut The Economist.

Pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan menjadi dasar pernyataan media asing, The Economist.
 
 
"Luhut mengatakan dia dan yang lainnya hanya 'berusaha mengakomodasi aspirasi publik dari Big Data'," tulisnya.

Meski begitu, isu tersebut hanya menjadi dongeng belaka bila tidak dibarengi dengan dukungan politik di parlemen. Jika gagasan perpanjangan masa jabatan hendak masuk lewat Amandemen Konstitusi, maka Jokowi membutuhkan dukungan dua pertiga dari parlemen. Sementara beberapa petinggi partai menolaknya.

"Tapi keinginan Jokowi untuk kooptasi adalah dongeng," katanya.
 
Baca Juga: Kapan Sidang Isbat Awal Ramadhan 2022? Berikut Jadwal Dan Link Live Streaming Sidang Isbat Ramadhan 1443 H

Jokowi juga pernah memanggil Megawati, Pemimpin PDI-P, dua minggu lalu ke Istana Bogor. Megawati mengetahui betul bahwa dirinya adalah mantan Presiden sekaligus putri Soekarno, deklarator kemerdekaan.
 
"Dia bukan apa-apa jika bukan dinasti, dan Jokowi bisa menawarkan Puan Maharani, putrinya, ketua Parlemen, sebagai Wakil Presiden." tulis Media yang berpusat di Kota London itu.

Apa yang dilakukan Jokowi, dan usahanya untuk memperluas kekuasaan dengan mendudukkan salah satu keluarganya di kursi kekuasaan daerah adalah kenyataan bahwa dia telah membangun dinasti.
 
Baca Juga: Sinopsis Film Serangan Fajar, Semi Dokumenter Sejarah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Soeharto di Jogjakarta

"Kekuasaan telah mengubah Jokowi," tulisnya. Dia disinyalir sangat ingin melihat putranya, Gibran, mengikuti jejaknya sebagai Walikota Solo, kemudian berlanjut ke Gubernur Jawa Tengah, provinsi yang berpenduduk sekitar 37 juta jiwa.

Hal lain yang menjadi sorotan The Economist adalah rencana besar untuk memindahkan Ibu Kota Negara.
 
Diketahui bahwa Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Ibu Kota Negara Nusantara yang hendak dibangun di Kalimantan Timur.
 
Beberapa alasan yang dikemukakan Pemerintah adalah kondisi Jakarta yang kian macet, banjir yang tak terkendali dan beberapa persoalan yang rumit.
 
Baca Juga: Syakir Daulay Nyanyikan Lagu Religi Bareng Nadzira Shafa, Istri Almarhum Ameer Azzikra Dapat Pujian

Dukungan terhadap perpindahan Ibu Kota Negara pertama-tama datang dari kelompok elite, baik politik maupun pengusaha yang ada di sekeliling Jokowi. Mereka memiliki lahan dan kepentingan lain yang ingin dicapai di sana.

Jokowi, sebagaimana ditulis The Economist, di Istana Bogor melatih dirinya menjadi Soeharto. Obsesi Jokowi tampak jelas bagaimana pembangunan digalakkan secara masif. Hanya saja ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Soeharto.

"Suharto memiliki tim teknokrat untuk menetapkan prioritas ekonomi; dia kemudian meminta kroni bisnisnya untuk melaksanakan rencana tersebut. Sebaliknya, kroni Jokowi yang menentukan prioritas," Papar The Economist.
 
Baca Juga: Sinopsis Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Dibintangi Bio One dan Anya Geraldine Adaptasi Novel Karya Tere Liye

Apabila kekuasaan Jokowi semakin melemah, maka mimpi untuk mendapatkan manfaat lebih besar kepada rakyat menjadi isapan jempol belaka.
 
Jokowi masih akan menghadapi dua tantangan besar; politik dan ekonomi yang akan memantik kecamuk rakyat bila tak tepat menanganinya.

"Jika Jokowi lemah, maka kurang lebih gajah putih senilai 35 miliar dolar akan akan dibangun." tuturnya.

Gajah putih adalah peribahasa yang memiliki makna negatif. Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara tersebut kegunaannya tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.***
 

Editor: Muhammad Nasrulloh

Sumber: The Economist


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x