Mimpi Megah, Kenyataannya Tragis: Bendungan Krueng Pase Seluas 8.922 Ha Mangkrak 3 Tahun, Rugi Rp1,5 Triliun!

- 5 April 2024, 19:00 WIB
Mimpi Megah, Kenyataannya Tragis: Bendungan Krueng Pase Seluas 8.922 Ha Mangkrak 3 Tahun, Rugi Rp1,5 Triliun!
Mimpi Megah, Kenyataannya Tragis: Bendungan Krueng Pase Seluas 8.922 Ha Mangkrak 3 Tahun, Rugi Rp1,5 Triliun! /Muhammad Aidil

CilacapUpdate.com -Proyek bendungan megah di Aceh yang dikenal dengan nama Bendungan Krueng Pase, telah menjadi sorotan utama dalam tiga tahun terakhir. Proyek yang seharusnya memberikan manfaat besar kepada masyarakat setempat kini telah memakan waktu lebih dari yang diharapkan.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian sebesar Rp1,5 triliun dan 8.922 hektar sawah gagal panen. Bagaimana proyek yang semula begitu menjanjikan ini berakhir dalam situasi mangkrak?

Bendungan Krueng Pase merupakan sebuah bendungan irigasi bersejarah, yang merupakan peninggalan Kolonial Belanda.

Terletak di Gampong Leubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia, dan berbatasan dengan Gampong Maddie, Kecamatan Nibong, Aceh Utara, bendungan ini memiliki sejarah yang panjang dan penting dalam memberikan air untuk sawah-sawah di daerah tersebut.

Awalnya, bendungan ini beroperasi dengan baik dan memberikan manfaat kepada petani di Aceh Utara. Namun, pada tahun 2007, mercu bendungan peninggalan Kolonial Belanda tersebut runtuh, menghentikan aliran air ke sawah-sawah yang sangat bergantung padanya.

Petani di wilayah ini terpaksa menghadapi masa sulit, di mana mereka tidak bisa menggarap sawah mereka seperti sebelumnya.

Tahun 2021, melalui dana sebesar Rp44,8 miliar yang bersumber dari APBN, pemerintah berkomitmen untuk membangun kembali bendung irigasi Bendungan Krueng Pase.

Harapan masyarakat tumbuh tinggi karena proyek tersebut diharapkan akan mengembalikan mata pencaharian utama mereka, yaitu bertani sawah. Namun, harapan ini tampaknya telah pupus setelah hanya beberapa tahun proyek dimulai.

Baca Juga: Shopee Cup ASEAN Club Championship 2024-2025 Segera Digelar, Netizen Heboh

Krisis utama yang menghadang proyek pembangunan Bendungan Krueng Pase adalah penghentian kerja oleh rekanan asal Surabaya, Jawa Timur, pada bulan Maret 2023.

Penghentian kontrak ini mengakibatkan proyek bendungan megah ini terhenti atau mangkrak selama tiga tahun, dan petani di sembilan kecamatan di Aceh Utara harus menghadapi kekeringan dan gagal panen.

Permasalahan ini semakin mendalam ketika kita memahami bahwa pendapatan petani di Aceh Utara selama tiga tahun terakhir telah hilang hingga mencapai Rp1,5 triliun. Angka ini, yang dihitung oleh Dinas Pertanian dan Pangan Aceh Utara, mencerminkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat setempat.

Ratusan ribu petani di Aceh Utara, yang berasal dari delapan kecamatan dan satu kecamatan di wilayah Kota Lhokseumawe, terpaksa merasakan dampak buruk dari proyek yang mangkrak ini.

Situasi yang sangat merugikan ini tidak hanya mencakup kerugian finansial bagi petani, tetapi juga berdampak besar pada perekonomian lokal dan kesejahteraan masyarakat di Aceh Utara. Seluas 8.922 hektar sawah yang gagal panen adalah sebuah pukulan besar bagi pertanian di daerah ini dan mengganggu rantai pasokan pangan.

Kepala Pemerintah Kabupaten Aceh Utara menyadari urgensi penyelesaian proyek ini dan terus berupaya agar pembangunan Bendungan Krueng Pase segera rampung.

Dengan selesainya bendungan ini, masyarakat di wilayah tersebut akan dapat kembali mengaliri air ke sawah-sawah mereka. Ini akan menjadi angin segar bagi petani yang telah lama menghadapi tantangan ekonomi akibat kekeringan.

Dalam konteks ini, proyek Bendungan Krueng Pase bukan hanya sekadar proyek konstruksi yang mengalami hambatan, tetapi juga sebuah masalah sosial dan ekonomi yang merusak kesejahteraan masyarakat setempat. Proyek ini seharusnya menjadi solusi bagi kekeringan dan gagal panen, tetapi malah menjadi sumber masalah yang lebih besar.

Sejarah dan makna bendungan ini dalam kehidupan masyarakat Aceh Utara menambah beban emosional pada situasi ini. Bendungan Krueng Pase bukan hanya sebuah infrastruktur, tetapi juga simbol sejarah dan harapan.

Sebagai peninggalan Kolonial Belanda, bendungan ini telah menjadi bagian dari identitas daerah ini. Harapan besar diletakkan pada proyek pembangunan kembali bendungan ini, dan penghentian kontrak oleh rekanan telah mengecewakan banyak pihak.

Baca Juga: 4 Trek Mountain Bike Terbaik untuk Bersepeda di Alam, Dua Ada di Jawa Barat!

Namun, saat ini terdengar kabar baik bahwa proyek pembangunan Bendungan Krueng Pase akan dilanjutkan kembali. Pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan proyek ini dan mengembalikan mata pencaharian petani di Aceh Utara.

Harapan kembali tumbuh, dan masyarakat setempat berharap agar proyek ini tidak mengalami hambatan lagi sehingga mereka dapat segera merasakan manfaat dari bendungan ini.

Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah dan semua pihak terkait perlu belajar dari pengalaman ini. Proyek infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus dikelola dengan cermat, terutama dalam pemilihan rekanan dan pengawasan pelaksanaan proyek.

Keputusan penghentian kontrak oleh rekanan harus dikelola dengan bijaksana dan mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat yang bergantung pada proyek tersebut.

Bendungan Krueng Pase adalah contoh yang menunjukkan bahwa proyek-proyek infrastruktur tidak hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang dampak sosial, ekonomi, dan emosional pada masyarakat. ***

Editor: Muhammad Nasrulloh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah