Ada yang menetap sebagai santri, namun ada pula yang hanya sekedar minta keberkahan dan didoakan agar diberikan keselamatan. Kemudian datang pula santri dari berbagai daerah sehingga menambah ramai suasana.
Banyak yang menghafal dan melafazkan ayat-ayat Alquran. Dengan bertambahnya santri dan kebutuhan akan sarana pendidikan yang memadai didukung semangat kebersamaan yang tinggi pada 24 Nopember 1925 didirikan pondok pesantren di Desa Kesugihan, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, yang kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren Kesugihan.
Kepemimpinan ponpes ini kemudian dilanjutkan oleh KH Ahmad Mustholih dan KH Chasbulloh Badawi, dan kemudian dilanjutkan oleh KH Imdadurrohman Al Ubudi sampai sekarang.
Pada awalnya, pondok pesantren ini dikenal dengan nama pondok pesantren Kesugihan. Pada 1961, Pondok pesantren ini berubah nama menjadi pendidikan dan pengajaran agama Islam (PPAI).
Dan pada tahun 1983, kembali berubah nama menjadi pondok pesantren al Ihya Ulumaddin. Perubahan nama dilakukan oleh KH. Mustholih Badawi putra KH. Badawi.
Perubahan itu dilakukan untuk mengenang almarhum ayahnya yang sangat mengagumi pemikiran al Ghazali tentang pembaharuan Islam.
Pesantren Al Ihya Ulumaddin Kesugihan secara ekonomis berada di wilayah masyarakat Plural. Mereka terdiri dari nelayan, pedagang, petani, wiraswasta dan pegawai negeri.
Dari segi geologis, lokasi pesantren dengan pusat kota. Kondisi demikian tentu banyak mempengaruhi proses perubahan sosial didalam tubuh pesantren, meskipun mereka tetap berusaha menjaga dan memepertahankan tradisi keagamaan yang mempunyai nilai-nilai luhur.
Keseimbangan itu bisa tercipta, karena masih adanya pengaruh kharismatik para kyai di wilayah Kesugihan yang dikenal dengan “Kota Santri”.