CilacapUpdate.com - Pulau Sumatra, bagian integral dari Nusantara, menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang tak ternilai. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji adalah tradisi tulis yang berkembang di pulau ini. Sejak abad ke-7, masyarakat Sumatra telah menorehkan jejak peradaban mereka melalui berbagai bentuk tulisan, salah satunya adalah prasasti. Menariknya, pola tradisi tulis di Sumatra menunjukkan keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan daerah lain di Nusantara.
Berbeda dengan prasasti-prasasti awal di Nusantara yang umumnya menggunakan bahasa Sanskerta, prasasti-prasasti tertua di Sumatra, khususnya yang berasal dari Kedatuan Sriwijaya, justru ditulis dalam bahasa Melayu Kuno. Fenomena ini, menurut Agus Aris Munandar dalam bukunya "Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara" (2017), terkait erat dengan pengaruh Buddhisme yang kuat di pulau itu.
Buddhisme, dengan nilai-nilai egalitarianismenya, mendorong penyebaran pengetahuan secara inklusif, termasuk dalam hal keaksaraan. Berbeda dengan masyarakat Hindu-Weda di Jawa atau Kalimantan yang menganggap aksara sebagai monopoli kaum Brahmana, masyarakat Buddhis di Sumatra justru lebih terbuka dalam hal akses terhadap pengetahuan tulis-menulis.
Keberagaman Aksara dan Media Tulis di Sumatra
Pengaruh Buddhisme dan pola penyebaran pengetahuan yang inklusif melahirkan kekhasan dalam tradisi literasi di Sumatra. Salah satu ciri khasnya adalah perkembangan aksara yang tervernakularisasi di berbagai daerah. Hampir setiap daerah di Sumatra memiliki aksara sendiri, yang secara genealogis berakar pada aksara Sumatra Kuno dari masa Sriwijaya.
Baca Juga: Pembebasan Paris: Momen Bersejarah yang Mengubah Jalannya Perang Dunia II
Beberapa contoh aksara daerah di Sumatra antara lain aksara Ulu, Lampung, Kerinci/Incung, Rejang, dan Batak. Selain keberagaman aksara, media tulis yang digunakan di Sumatra juga lebih bervariasi dibandingkan dengan di Jawa atau Bali. Salah satu media tulis yang unik dan menarik adalah lempengan timah.
Timah: Kekayaan Alam yang Membentuk Tradisi Tulis Sumatra
Timah merupakan komoditas alam yang melimpah di beberapa wilayah Sumatra. Keberadaan timah di pulau ini tidak terlepas dari jalur The Southeast Asian Tin Belt yang membentang dari Teluk Benggala hingga Kepulauan Karimun dan Pulau Bangka-Belitung.
Meskipun melimpah, pemanfaatan timah oleh masyarakat lokal pada periode awal tampaknya belum optimal. Menurut Gusnelly dalam tulisannya "Sejarah Pengelolaan Timah dan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Tambang Timah di Bangka Belitung" (2016), masyarakat Bangka dan Belitung pada masa itu hanya mampu menambang timah, sementara proses pengolahannya menjadi barang jadi didominasi oleh orang Tionghoa.
Dominasi Tionghoa dalam pengolahan timah berlanjut hingga masa kolonial, ketika Pemerintah Hindia Belanda mendirikan perusahaan pertambangan timah. Namun, bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa pengolahan timah di Sumatra telah ada sejak masa prasejarah.