Keindahan Karst Citatah: Jejak Sejarah Jutaan Tahun yang Terancam Hilang

Tayang: 30 September 2024, 12:08 WIB
Editor: Siyam
Karst Citatah
Karst Citatah /tourbandung

CilacapUpdate.com - Tersembunyi di balik perbukitan batu kapur yang menjulang tinggi, Karst Citatah menyimpan kisah jutaan tahun yang terus diukir oleh alam. Terletak di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, kawasan ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu, dari lautan purba hingga kehidupan manusia prasejarah yang menghuni gua-gua. Bayangkan, jutaan tahun yang lalu, tempat ini adalah dasar laut dangkal yang dihuni oleh berbagai makhluk hidup.

Ikan-ikan prasejarah berenang bebas di antara terumbu karang, sementara makhluk laut lainnya mencari makan dan berlindung. Fosil-fosil penghuni laut purba ini kini tersimpan rapi di Museum Geologi Bandung, salah satunya adalah fosil kerang raksasa Tridacna gigas, mengingatkan kita akan kehidupan purba yang pernah ada.

Menurut penelitian para ahli geologi dan karst, Karst Citatah terbentuk pada zaman Oligomisin, sekitar 25 juta tahun yang lalu. Batuan kapur yang menjadi ciri khas kawasan ini terbentuk dari Formasi Rajamandala, berwarna putih hingga abu-abu dengan ketebalan mencapai 200 meter. Batuan ini dulunya berada di dasar laut dangkal dan terangkat ke permukaan akibat proses tektonik yang terjadi selama jutaan tahun. Bumi yang terus bergerak, lautan yang bergolak, dan proses pelarutan secara perlahan membentuk perbukitan kapur yang berdiri megah seperti yang kita lihat sekarang.

Proses pembentukan karst yang berlangsung jutaan tahun ini juga menciptakan gua-gua dan sungai bawah tanah yang menakjubkan. Di dalam gua-gua ini, alam berkreasi layaknya seorang seniman, membentuk stalaktit dan stalagmit yang menggantung dan menjulang dengan keindahan alami. Dinding-dinding gua dihiasi teras-teras menonjol dengan warna biru bening seperti kristal, memantulkan cahaya dalam keheningan yang abadi. Salah satu lokasi yang menyimpan keindahan ini adalah Gua Sanghyang Poek di Rajamandala, tempat di mana kita bisa merasakan keagungan alam yang telah terukir selama jutaan tahun.

Baca Juga: Misteri dan Magis Tongkat Kiai Cokro Pusaka Pangeran Diponegoro: Kisah di Balik Perjalanan Pulangnya

Menyingkap Jejak Manusia Purba di Gua-Gua Karst Citatah

Karst Citatah tidak hanya menyimpan sejarah geologi yang mengagumkan, tetapi juga jejak kehidupan manusia prasejarah. Di dalam gua-gua yang tersebar di kawasan ini, manusia purba pernah berlindung dari ganasnya alam dan meninggalkan jejak peradaban yang masih bisa kita temukan hingga kini.

Gua Pawon, salah satu gua di Karst Citatah, menjadi saksi bisu kehidupan manusia purba jenis Homo sapiens yang hidup sekitar 9.000-5.000 tahun yang lalu. Penemuan fosil manusia purba ini bermula dari ekskavasi yang dilakukan pada tahun 1999-2003. Selain fosil manusia purba, para arkeolog juga menemukan berbagai artefak seperti gelang-gelang dari batu gelas, kapak, dan peralatan dari batu obsidian. Temuan ini menunjukkan bahwa manusia purba di Gua Pawon telah mengenal teknologi dan memiliki kemampuan untuk mengolah bahan-bahan alam menjadi peralatan yang mereka butuhkan.

Penggalian yang dilakukan hingga tahun 2018 berhasil menemukan tujuh individu prasejarah yang disebut Manusia Pawon. Melalui penanggalan radiokarbon dan analisis DNA, para ilmuwan memperkirakan bahwa Manusia Pawon hidup antara 7.300 hingga 11.000 tahun yang lalu. Analisis gigi geligi menunjukkan bahwa Manusia Pawon termasuk Ras Mongoloid dengan rata-rata usia hidup mencapai 30 tahun. Temuan ini memberikan informasi berharga tentang kehidupan manusia purba di Nusantara, termasuk pola migrasi, kebudayaan, dan interaksi mereka dengan lingkungan sekitar.

Ancaman Kepunahan dan Upaya Pelestarian Karst Citatah

Sayangnya, Karst Citatah yang menyimpan sejarah dan keindahan alam yang luar biasa kini terancam kepunahan. Aktivitas penambangan batu kapur yang semakin marak menjadi ancaman serius bagi kelestarian kawasan ini. Setiap dentuman dinamit yang memecah batu kapur, sedikit demi sedikit menghancurkan keseimbangan alam yang telah terjaga selama jutaan tahun. Polusi udara dan kerusakan ekosistem menjadi harga mahal yang harus dibayar akibat eksploitasi alam yang berlebihan.

Halaman:

Tags

Terkini

Trending

Berita Pilgub