CilacapUpdate.com - Di balik rimbunnya pepohonan pinus dan sejuknya udara pegunungan Cisarua, tergores kisah hidup seorang sastrawan besar Indonesia, Aoh Karta Hadimadja. Perjalanan hidupnya yang penuh liku, dari pekerja perkebunan hingga penyiar radio BBC di London, telah memberinya beragam pengalaman dan inspirasi yang tertuang dalam setiap karyanya.
Aoh, yang lebih dikenal dengan nama pena Karlan Hadi, bukanlah sosok yang asing di dunia sastra Indonesia. Adiknya, Ramadhan KH, juga merupakan seorang penulis biografi ternama. Namun, perjalanan Aoh menuju dunia literasi bukanlah tanpa aral melintang.
Menemukan Kedamaian dan Inspirasi di Tengah Keterbatasan
Tahun 1939, paru-paru Aoh yang lemah memaksanya untuk beristirahat di Sanatorium Cisarua. Dua tahun terbaring di sanatorium bukanlah waktu yang mudah. Berat badannya turun drastis dan kesehatannya terus menurun. Tekanan pekerjaan sebagai satu-satunya pribumi yang menjabat sebagai 'employee' di perkebunan karet milik Belanda di Parakan Salak, Sukabumi, telah menggerogoti jiwa dan raganya. Perlakuan diskriminatif yang ia terima dari rekan kerja berkulit putih semakin menambah beban pikirannya.
Namun, di tengah keterbatasan dan perjuangan melawan penyakit, Aoh menemukan kedamaian dan inspirasi. Sanatorium Cisarua, dengan alamnya yang asri dan sunyi, menjadi tempat pelariannya. Di sana, ia mendekatkan diri pada Sang Pencipta, membaca Al-Qur'an, menjelajahi dunia literasi melalui buku-buku agama, novel, roman, dan karya sastra lainnya. Karya-karya Hamka menjadi sumber inspirasi utamanya dalam merangkai kata dan menuangkan isi hati. Sejak saat itu, Aoh menemukan panggilan hidupnya dalam dunia kesusastraan. Ia terpesona oleh keindahan alam Cisarua yang bagaikan guru bijaksana, mengajarkan tentang kehidupan, kematian, dan siklus alam semesta.
Baca Juga: Misteri dan Magis Tongkat Kiai Cokro Pusaka Pangeran Diponegoro: Kisah di Balik Perjalanan Pulangnya
Alam: Sumber Inspirasi yang Tak Pernah Habis
Keindahan alam Cisarua, dengan pohon-pohon pinus menjulang dan dedaunan yang berguguran, menjadi metafora dalam perjalanan hidup Aoh. Alam, baginya, bukanlah sekadar objek mati, melainkan entitas hidup yang memiliki jiwa. Sungai yang mengalir mencerminkan perjalanan hidup, langit yang luas melambangkan keabadian. Detail-detail kecil seperti embun pagi, gemericik air, hembusan angin, hingga kerlip bintang di langit malam, tak luput dari pengamatannya.
Sajak "Kehilangan Mestika" yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun 1948, merupakan salah satu bukti kecintaannya pada alam. Dalam sajak tersebut, Aoh dengan indah menggambarkan suasana hening di tepi telaga, angin sepoi-sepoi yang menyejukkan, dan kerlip bintang di langit malam yang menjadi petunjuk bagi para nelayan di lautan.
Manusia dan Tanah: Sebuah Simbiosis yang Harmonis
Karya Aoh tidak hanya berpusat pada keindahan alam, tetapi juga menyoroti hubungan erat antara manusia dan tanah airnya. Kumpulan cerita pendek "Manusia dan Tanahnya" yang terbit pada tahun 1952, mengisahkan tentang perjuangan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan dan bagaimana mereka mencintai tanah air di masa revolusi.
Bagi Aoh, manusia dan alam adalah dua elemen yang tak terpisahkan. Manusia hidup berdampingan dengan alam, mengambil manfaat darinya, dan berkewajiban untuk menjaganya. Pesan-pesan moral tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan hubungan harmonis antara manusia dan lingkungannya, tersirat dengan apik dalam setiap karyanya.