CilacapUpdate.com - Sejarah mencatat banyak tokoh yang memiliki peran penting dalam perjalanan suatu bangsa. Salah satunya adalah Tan Jin Sing, seorang Kapiten Cina yang menorehkan kisah unik dan penuh lika-liku di Kasultanan Yogyakarta. Namanya terukir sebagai sosok kontroversial, dihormati sekaligus dicemooh, dan kisahnya menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah Indonesia. Mari kita telusuri lebih dalam perjalanan hidup Tan Jin Sing yang penuh intrik dan teka-teki ini.
Tan Jin Sing lahir di tengah simpang siur, bahkan asal-usulnya pun masih menjadi perdebatan. Ada yang mengatakan ia lahir dari keluarga Jawa, namun diangkat anak oleh pasangan Tionghoa. Pendapat lain menyatakan ia merupakan keturunan Tionghoa-Jawa. Misteri ini semakin mengentalkan sosoknya. Terlepas dari itu, Tan Jin Sing mewarisi kecerdasan dan ambisi yang besar.
Karier politik Tan Jin Sing dimulai pada tahun 1793, saat ia menggantikan ayahnya sebagai Kapiten Cina di Kedu. Jabatan ini merupakan posisi penting yang menjadi penghubung antara masyarakat Tionghoa dan pemerintahan kolonial. Kemampuannya dalam berdiplomasi dan bernegosiasi membuat Tan Jin Sing disegani oleh kedua belah pihak.
Pada tahun 1802, Tan Jin Sing pindah ke Yogyakarta untuk meneruskan usaha mertuanya. Kepindahannya ini menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia terlibat dalam pusaran intrik politik di Kasultanan Yogyakarta yang tengah dilanda konflik internal. Di Yogyakarta, ia juga menjalin hubungan dekat dengan Raden Mas Surojo, putra mahkota yang berambisi naik tahta.
Baca Juga: Aoh Karta Hadimadja: Dari Sanatorium Cisarua Lahir Seorang Penyair Agung
Geger Sepehi dan Naiknya Tan Jin Sing
Pada tahun 1812, terjadi peristiwa bersejarah yang dikenal dengan Geger Sepehi. Peristiwa ini merupakan puncak dari perseteruan antara Sultan Hamengku Buwono II dengan Inggris. Tan Jin Sing yang saat itu telah menjadi orang kepercayaan Raden Mas Surojo, memilih untuk berpihak pada Inggris. Ia melihat kesempatan untuk meraih kekuasaan di tengah kekacauan politik yang terjadi.
Tan Jin Sing memainkan peran penting dalam membantu Inggris menaklukkan Yogyakarta. Ia menjadi mata-mata dan menyediakan logistik bagi pasukan Inggris. Kesetiaannya kepada Inggris membawanya pada puncak karier politiknya. Setelah Raden Mas Surojo naik tahta menjadi Sultan Hamengku Buwono III, Tan Jin Sing diangkat menjadi bupati dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat. Ia juga mendapat hadiah tanah yang luas. Pengangkatan ini merupakan sebuah anomali, karena untuk pertama kalinya dalam sejarah Kasultanan Yogyakarta, seorang keturunan Tionghoa menduduki jabatan penting di pemerintahan.
Keputusan Sultan Hamengku Buwono III mengangkat Tan Jin Sing sebagai bupati menuai kontroversi. Banyak pihak, terutama dari kalangan bangsawan, menentangnya. Mereka tidak bisa menerima kenyataan bahwa seorang yang dulunya merupakan Kapiten Cina kini memiliki kekuasaan yang besar.
Akhir Hidup yang Tragis
Kehidupan Tan Jin Sing sebagai bupati tidaklah mudah. Ia terus menghadapi pertentangan dan ancaman dari berbagai pihak. Ia dianggap sebagai pengkhianat oleh sebagian masyarakat Tionghoa karena dianggap telah mengkhianati identitasnya dengan masuk Islam dan meninggalkan budaya Tionghoa. Di sisi lain, ia juga tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat Jawa, terutama para bangsawan, karena dianggap sebagai orang asing yang ambisius.
Setelah Sultan Hamengku Buwono III wafat, posisi Tan Jin Sing semakin terjepit. Ia kehilangan pelindungnya dan menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuhnya. Tekanan dan ancaman terus berdatangan, memaksanya untuk hidup dalam ketakutan. Kehidupannya berakhir tragis pada 10 Mei 1831. Kematiannya diiringi cemoohan “Cino wurung, Londo durung, Jowo tanggung” (bukan lagi Tionghoa, belum jadi orang Belanda, Jawa pun masih tanggung).
Refleksi Kisah Tan Jin Sing
Kisah Tan Jin Sing merupakan potret buram tentang perebutan kekuasaan, pengkhianatan, dan diskriminasi. Ia adalah sosok yang terjebak dalam pusaran konflik dan ambisi pribadi. Keputusannya untuk berpihak pada Inggris dan meninggalkan identitasnya sebagai seorang Tionghoa justru membuatnya terasing dari kedua belah pihak.
Kisah Tan Jin Sing juga mengingatkan kita bahwa sejarah selalu ditulis oleh mereka yang menang. Ia dicatat sebagai pengkhianat dan sosok yang ambisius. Namun, di balik itu semua, ada sisi lain dari Tan Jin Sing yang mungkin tidak pernah terungkap.
Meskipun hidupnya berakhir tragis, Tan Jin Sing telah meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam sejarah Indonesia. Kisahnya menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya persatuan, toleransi, dan keadilan sosial. Ia juga mengingatkan kita akan bahaya dari ambisi pribadi yang berlebihan dan pentingnya menjaga identitas budaya.***